Empat Langkah Praktis Pelatihan yang Memberikan Dampak

Empat Langkah Praktis Pelatihan yang Memberikan Dampak

Dalam artikelnya “Where Companies Go Wrong with Learning and Development” di Harvard Business Review edisi Oktober 2019, Steve Glaveski menulis tentang pelaksanaan pelatihan konvensional yaitu:

  • 75% dari 1.500 manajer yang disurvei dari 50 organisasi tidak puas dengan fungsi Learning & Development (L&D) perusahaan mereka;
  • 70% karyawan melaporkan bahwa mereka tidak memiliki penguasaan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka;
  • Hanya 12% karyawan yang menerapkan keterampilan baru yang dipelajari dalam program L&D untuk pekerjaan mereka; dan
  • Hanya 25% responden survei McKinsey baru-baru ini yang percaya bahwa pelatihan dapat meningkatkan kinerja secara terukur.

Glaveski menunjuk tiga penyebab utama pelatihan konvensional tidak efektif, yaitu pelatihan dengan tema yang tidak cocok, pelatihan yang dilakukan di waktu yang tidak cocok dan kenyataan biologis dari manusia yaitu gampang lupa, yang juga didukung oleh riset tentang “The Forgetting Curve”.

Glaveski memberikan empat langkah praktis yang perlu dilakukan agar pelatihan memberikan dampak, yaitu: mempelajari inti materi, menerapkan sesegera mungkin, menyempurnakan pemahaman, dan mengulangi siklus hingga mencapai tujuan pelatihan. Gagasan praktis tersebut menunjukkan bahwa terdapat ruang yang tak terisi dalam pelatihan konvensional, yaitu tidak adanya kesempatan bagi pelatih untuk ikut memandu dan mendampingi peserta belajar untuk masuk ke tahap kedua dan seterusnya. Padahal di tahap itulah capaian pembelajaran dapat didorong terus sehingga karyawan dapat mencapai KPI.

Model The Four Level of Teaching juga mendukung pentingnya pelaksanaan dari empat langkah praktis pelatihan dari Glavinski. Model yang pertama kali diperkenalkan oleh Martin M. Broadwell, seorang pelatih manajemen di tahun 1969, ini memperlihatkan bahwa terdapat empat tahapan penguasaan kompetensi peserta belajar, yaitu: unconscious incompetence (tidak sadar bahwa tidak kompeten), conscious incompetence (sadar bahwa tidak kompeten), conscious competence (sadar bahwa sudah kompeten) dan unconscious competence (tidak sadar bahwa sudah kompeten).

The Four Level of Teaching by Martin M. Broadwell
The Four Level of Teaching by Martin M. Broadwell

Sejatinya, setiap pelatihan seharusnya bisa membawa peserta sampai ke tahapan yang paling akhir yaitu unconscious competence atau tidak sadar bahwa mereka sudah memiliki kompetensi. Tingkat yang paling akhir ini hanya mungkin tercapai ketika peserta belajar mendapatkan kesempatan untuk mempraktekkan langsung di lapangan.

Kesempatan praktek langsung hingga menjadi kebiasaan (habit) seharusnya ada di setiap agenda pelatihan. Penggunaan teknologi mobile application dalam pelatihan dapat menjadi solusi untuk pelaksanaan pelatihan beyond classroom. Peserta pelatihan seakan “dijaga dan dipandu” oleh “pelatih” yang senantiasa berada di dalam mobile application, sehingga mereka dapat berlatih secara bertahap sampai internalisasi dapat terjadi.

Oleh karena itu, NAOLEARN menyediakan one-stop solution yaitu mobile microlearning application yang telah terbukti dapat meningkatkan retensi materi training perusahaan dan mendorong tercapainya KPI. Melalui aplikasi NAOLEARN, peserta dapat belajar di mana saja, kapan saja, dan dari siapa saja. Peserta bisa mendapatkan inspirasi, memperluas wawasan, serta menambah keterampilan melalui materi yang diajarkan oleh pelatih. Selain itu, peserta pelatihan juga dapat “menambang” tacit knowledge dari sesama rekan kerja dan mempraktekkan ilmu yang diajarkan dalam pelatihan secara langsung ke dalam pekerjaan dengan bantuan mentor (mentorship).